Video Youtube
Orang pesimis biasanya mengharapkan hasil negatif dan malah curiga ketika segala sesuatunya berjalan baik.
Sebaliknya, orang optimis mengharapkan hal-hal baik terjadi dan mencari titik terang ketika hidup tidak berjalan sesuai rencana.
Pesimisme diartikan sebagai sikap bahwa segala sesuatunya akan salah dan bahwa keinginan atau tujuan orang tidak mungkin terpenuhi.
Kebanyakan orang berada di suatu tempat di tengah spektrum pesimisme-optimisme.
Karena orang pesimis cenderung tidak mau mengambil resiko, apakah lantas lebih aman menjadi pesimis? Simak video podcastnya.
Klik Tombol Play untuk Mendengarkan
Podcast Syafril Hernendi bisa didengarkan di Apple Podcasts & Spotify
Transkrip Video Podcast
Apakah lebih aman menjadi pesimis?
Nah, jadi pertanyaan ini mungkin muncul karena kita melihat bahwa orang yang optimis itu biasanya memiliki cita-cita yang tinggi, memiliki harapan yang tinggi atau memiliki aspirasi yang tinggi.
Nah, mungkin kita kemudian menganggap bahwa ketika orang itu memiliki harapan yang terlalu tinggi, ketika harapan tersebut tidak terpenuhi maka kemudian dia akan menjadi kecewa.
Nah, berdasarkan hal itu maka mungkin sebagian dari kita kemudian mengasumsikan bahwa lebih aman untuk menjadi pesimis.
Lebih aman untuk tidak memiliki keinginan yang terlalu muluk.
Nah, nanti akan kita lihat apakah asumsi ini memiliki kebenaran.
Kemudian juga nanti akan kita lihat bahwa mungkin kita juga harus bisa membedakan ya antara apa itu pesimis, apa itu optimis dan apa itu realis.
Nah, jadi sebelum kita lanjut kita akan terlebih dahulu memahami dulu apa yang dimaksudkan sebagai pesimisme.
Nah, jadi pesimisme adalah sikap bahwa segala sesuatunya akan salah dan bahwa keinginan atau tujuan tidak mungkin tercapai.
Nah, jadi orang yang pesimis itu seperti orang yang memiliki pandangan dunia yang negatif begitu ya.
Jadi dia akan melihat segala sesuatunya itu dari sisi yang buruknya.
Jadi ketika dia dihadapkan pada suatu kesempatan dia akan berpikir pada kemungkinan kegagalan dibandingkan pada keberhasilan.
Ketika dia dihadapkan pada peluang bisnis maka dia lebih fokus pada kerugian daripada keuntungan.
Nah, begitu pula ketika dia memiliki sebuah harapan atau cita-cita dia akan cenderung untuk yakin bahwa apa yang dia cita-citakan itu hanya akan menemui kebuntuan atau kegagalan.
Nah, kemudian dari definisi pesimisme tadi kita juga harus pahami bahwa tidak ada ya orang atau jarang mungkin ya satu orang itu kemudian absolute pesimis atau di lain pihak juga absolut optimis.
Jadi meskipun optimis itu dianggap sebagai suatu sikap yang baik tetapi juga orang yang tidak realistis ya atau dia toxic positivity ya, kita sebut seperti itu, itu juga akan membawa kerugian tersendiri.
Jadi terlalu optimis juga tidak baik tapi di lain pihak juga terlalu pesimis juga tidak akan baik.
Nah, namun orang jatuh pada dua level ekstrim itu mungkin akan amat jarang.
Biasanya orang-orang itu akan berada di antara spektrum pesimis dan optimis.
Jadi ketika pesimis dan optimis itu seperti dua ujung jalan yang saling berlawanan maka orang-orang itu akan berada di antara kedua ujung jalan itu.
Jadi ada orang yang memang relatif lebih optimis tapi juga ada orang yang memang relatif lebih pesimis.
Kemudian juga pesimisme ini juga tidak akan muncul di semua kasus ya.
Jadi kadang-kadang memang ada orang tertentu yang ketika dihadapkan peristiwa tertentu dia akan cenderung pesimis tetapi ketika dia dihadapkan kepada yang lain dia mungkin bisa berpikir lebih optimis.
Nah, jadi artinya sebelum kita melangkah lebih jauh perlu kita pahami bahwa pesimisme dan optimisme itu bukan suatu dua hal yang mutlak dan terpisah secara total ya, tapi sebenarnya terdapat nuansa di antara keduanya.
Nah, kemudian sebelum kita nanti menjawab tadi ya pertanyaan apakah sebenarnya menjadi pesimis itu lebih aman kita akan terlebih dahulu memahami tentang ciri-ciri orang yang pesimis.
Nah, jadi di sini nanti akan kita bahas beberapa ciri-ciri orang yang masuk dalam kategori pesimis.
Jadi yang pertama, orang yang pesimis itu cenderung terkejut ketika semua berjalan baik.
Nah, jadi ini menjadi masuk akal ya karena ketika orang pesimis itu memandang dunia itu cenderung negatif jadi ketika sesuatunya itu berjalan positif maka dia justru malah terkejut.
Sama seperti orang yang biasanya memakai kacamata yang berlensa berwarna biru misalkan ya.
Ketika dia nanti kemudian melepas kacamatanya dan melihat ternyata ada warna-warna yang lain maka dia juga akan terkejut.
Nah, jadi orang pesimis itu karena dia cenderung memakai kacamata yang negatif ketika dia nanti melihat sesuatu yang positif justru itu akan menjadikan dia merasa tidak wajar begitu ya, merasa aneh.
Nah, kemudian yang kedua, orang yang pesimis itu tidak mengejar keinginan karena berpikir akan gagal.
Nah, jadi karena tadi dia selalu berkonsentrasi pada hal-hal yang mungkin salah atau mungkin gagal.
Jadi ketika dia ingin melakukan sesuatu, alih-alih dia berusaha melihat cara-cara agar lebih berhasil dia lebih fokus kepada kemungkinan kegagalan.
Nah, ketika dia terlalu fokus pada kegagalan, maka kemudian kegagalan inilah yang akan kemudian mendominasi ya.
Dan itu sebab yang membuat kemudian orang yang pesimis itu juga cenderung tidak akan banyak melakukan upaya mengejar keinginan.
Karena sebelum dia bertindak, sebelum dia melakukan upaya yang riil begitu ya, pikiran dia itu sudah dipenuhi dengan konsekuensi atau skenario bahwa apa yang akan dia lakukan itu akan mengalami kegagalan.
Kemudian yang berikutnya adalah ciri-ciri pesimis selalu fokus pada apa yang bisa salah.
Nah, jadi meskipun sebenarnya ketika kita melakukan sesuatu itu masih ada dua kemungkinan ya yaitu bisa benar atau bisa salah, bisa berhasil atau bisa gagal, tapi orang yang pesimis itu alih-alih berusaha untuk memperbesar peluang berhasil atau peluang sukses dia akan fokus pada apa yang bisa salah.
Nah, jadi sekali lagi kondisi ini justru pada satu titik akan menghambat upaya dia ya karena dia sebelum melakukan sesuatu itu seakan-akan kakinya sudah lumpuh duluan gitu ya, lumpuh karena pikiran akan adanya kegagalan.
Jadi sebelum dia mencoba, sebelum dia melangkah tetapi dia sudah tidak mampu untuk melangkah karena upayanya karena dirinya sudah dilumpuhkan oleh rasa pesimisme.
Nah, kemudian yang berikutnya orang pesimis juga merasa resiko selalu lebih besar daripada manfaatnya.
Nah, jadi sebenarnya juga tidak demikian ya.
Karena walaupun sesuatu itu mungkin memiliki peluang yang kecil tetapi belum tentu resikonya kemudian tidak sepadan.
Nah, sebagai contoh misalkan ada statistika yang menyatakan bahwa 90 persen dari orang yang memulai bisnis itu sebenarnya mengalami kegagalan.
Jadi kira-kira itu hanya 10 persen yang bisa bertahan bisnisnya itu di atas lima tahun.
Nah, ketika kita melihat statistika ini mungkin kita akan merasa, wah ngapain juga saya menjadi pengusaha begitu ya karena toh akhirnya 90 persen dari para pengusaha itu akan gagal.
Memang statistika atau peluang menyatakan demikian, namun tidak berarti kemudian resiko itu mengalahkan manfaatnya.
Jadi meskipun ada banyak orang yang itu gagal membuka bisnis tapi sebenarnya ketika seseorang itu berhasil, ketika dia melakukan suatu perencanaan yang baik begitu ya kemudian dia juga memiliki strategi, dia memiliki keuletan maka sebenarnya ketika nanti dia berhasil itu keuntungannya itu akan jauh melebihi resiko yang mungkin muncul.
Nah, kemudian ciri yang berikutnya orang yang pesimis itu fokus pada kelemahan, alih-alih kekuatan.
Nah, jadi ini hanya semacam lanjutan berikutnya ya karena ketika dia memiliki lensa kacamata yang sifatnya negatif maka apapun yang dia lihat itu akan menjadi negatif.
Jadi hal yang baik itu nampak kemudian mengecil ya, skalanya, tapi hal yang lemah atau hal yang negatif meskipun sebenarnya tidak berukuran besar tapi karena dia memakai lensa yang memiliki nuansa negatif maka hal negatif yang tadinya kecil itu menjadi nampak besar.
Kemudian ciri yang berikutnya orang yang pesimis itu juga akan cenderung merasa kesal dengan optimisme orang lain.
Nah, jadi karena dia memiliki cara pandang dunia yang negatif maka ketika dia melihat ada orang yang memiliki sikap yang positif itu dia merasa kesal.
Dia merasa tidak mengerti gitu ya, kenapa kamu kok begitu memiliki optimisme yang tinggi, kenapa kamu memiliki tingkat positivisme yang tinggi, mengapa kamu begitu memiliki banyak harapan, toh kebanyakan dari harapan itu nanti pasti akan gagal gitu ya.
Jadi kira-kira begitulah cara berpikir orang yang pesimis ya.
Jadi dia akan cenderung merasa tidak suka dengan orang yang memiliki pandangan dunia yang berbeda.
Nah, kemudian ciri yang berikutnya adalah orang yang pesimis itu akan menganggap semua hal baik akhirnya akan berakhir.
Pada satu titik betul ya, hal ini ya.
Jadi kita paham bahwa tidak ada apa pun di dunia ini yang sifatnya kekal ya.
Jadi suatu hal baik pada suatu titik akan berakhir, masa muda pada satu titik akan berakhir menjadi masa tua, suatu hal yang tadinya baru lama-lama akan menjadi kusam atau menjadi usang.
Nah, namun yang menjadi poin pentingnya adalah seharusnya kita tidak kemudian harus berfokus kepada hal yang buruknya.
Kita jangan kemudian berfokus pada akhir yang kemudian tidak menyenangkan.
Nah, jadi sebaiknya alih-alih kita menganggap bahwa semua hal yang baik itu akan berakhir, mumpung hal itu masih belum berakhir ya, mumpung hal baik itu masih kita bisa nikmati maka sebaiknya ya kita pergunakan hal baik yang belum berakhir itu dengan sebaik-baiknya.
Nah, namun ketika kita berpandangan pesimis maka kita tidak akan melihat itu ya.
Kita akan langsung menganggap bahwa ngapain saya harus melakukan hal ini, toh hal baik ini nanti lama-lama juga akan berakhir gitu ya.
Jadi dia akan langsung menuju kepada akhir yang buruk begitu ya atau akhir yang kemudian tidak menyenangkan.
Sedangkan orang yang optimis cenderung akan bilang bahwa mumpung ini masih kondisinya baik maka mari kita gunakan, mari kita manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.
Nah, kemudian ciri berikut dari orang yang pesimis adalah hidup dengan status quo.
Nah, jadi karena dia menganggap bahwa apapun yang akan dia lakukan itu akan mengalami kegagalan maka secara otomatis dia juga tidak akan banyak melakukan upaya ya.
Karena dia tidak melakukan upaya, karena dia tidak berkeinginan untuk mengubah hidupnya maka akhirnya secara konsekuensi ya hidupnya pun akan berakhir dengan status quo.
Hidupnya akan selalu stagnan, hidupnya tidak akan dinamis, hidupnya tidak akan pernah berubah.
Nah, itu tadi adalah beberapa ciri-ciri tentang pesimisme.
Dan memang ya kalau kita lihat tadi hampir tidak ada dari semua ciri-ciri tadi itu yang sifatnya positif atau yang memiliki nuansa yang menguntungkan begitu ya.
Namun, benarkah tidak ada manfaat dari orang yang pesimis?
Apakah pesimisme sebagai sebuah sifat itu sama sekali tidak memiliki manfaat sama sekali?
Nah, jadi kita akan lihat bahwa ternyata memang ada beberapa ya suatu hal baik yang terdapat dalam sikap pesimis.
Nah, jadi hal yang pertama yaitu orang yang pesimis itu akan cenderung memiliki jaring pengaman.
Nah, jadi meskipun tidak semua orang yang pesimis itu memiliki jaring pengaman tetapi kecenderungan itu ada ya.
Karena dia memandang dunia ini dengan kacamata yang negatif, dia berharap pada suatu skenario yang buruk begitu ya maka untuk mengantisipasi terjadinya skenario buruk itu maka dia akan menyiapkan jaring pengaman.
Meskipun sebenarnya pada kenyataannya mungkin hanya kecil ya, sebenarnya apa pun yang kita lakukan itu akan berakhir pada skenario yang terburuk.
Nah, namun orang pesimis tadi karena di awal, dari awal sudah langsung berasumsi bahwa semuanya akan berakhir dengan buruk maka terdapat kemungkinan beberapa di antara mereka kemudian berusaha untuk menyiapkan jaring pengaman.
Nah, kemudian yang kedua, manfaat pesimisme yang kedua adalah lebih siap ketika terjadi hal yang buruk.
Nah, jadi karena orang pesimis memang sudah selalu mengharapkan suatu hal itu akan berakhir tidak baik maka ketika hal itu benar-benar terjadi ya maka kemudian dia relatif akan lebih siap.
Nah, meskipun kita juga harus akui bahwa kenyataannya biasanya ya hal-hal yang sangat buruk itu dari tingkat persentase itu tidak akan terlalu banyak gitu.
Jadi ada yang pernah bilang ada di sebuah riset menyatakan bahwa hanya sekitar 15 persen ya suatu hal itu akan berakhir buruk.
Jadi artinya 85 persen yang lainnya itu sebenarnya akan berakhir netral atau berakhir baik.
Nah, jadi ketika kita memfokuskan diri kepada hal yang buruk sebenarnya kita hanya memfokuskan diri pada 15 persen.
Padahal sebenarnya 85 persen diantaranya itu merupakan satu hal yang akan berakhir relatif dengan baik.
Nah, karena orang yang pesimis tadi berfokus pada yang 15 persen tadi maka dikatakan bahwa mereka akan relatif lebih siap ketika hal buruk terjadi.
Kemudian yang berikutnya, manfaat dari pesimisme adalah tidak merasa dalam krisis ketika hal buruk terjadi.
Nah, karena mereka sudah memang pandangan hidupnya itu sudah berada dalam krisis terus menerus ya, pandangan hidupnya itu sudah memakai lensa yang memiliki nuansa yang negatif maka ketika hal yang negatif itu benar-benar terjadi maka dia tidak akan memandangnya sebagai suatu hal yang baru.
Karena memang dia sudah memposisikan dirinya atau mengasumsikan bahwa memang dunia ini memang sedang berada dalam krisis begitu ya.
Nah, ini memang beda dengan orang yang lebih positif karena orang yang positif tentunya akan mengharapkan hidup itu lebih dinamis, bervariasi dan akan berakhir baik.
Nah, jadi orang yang optimis mungkin saja akan merasa kesulitan ya atau akan merasa terpukul ketika kondisi memang benar-benar berubah menjadi krisis.
Nah, lantas kembali kepada pertanyaan di awal tadi.
Nah, dengan segala ciri orang pesimis dan kemudian kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, apakah kemudian lebih aman menjadi pesimis?
Nah, jadi jawaban singkatnya ternyata tidak. Kenapa tidak?
Karena ada penelitian yang menunjukkan bahwa manfaat kesehatan menjadi tidak pesimis itu lebih besar dibanding menjadi lebih optimis.
Nah, jadi untuk memahami pernyataan ini mari kita asumsikan seseorang itu memiliki 50 persen sifat optimis dan 50 persen sifat pesimis.
Jadi dia imbang ya, fifty-fifty, seperti itu.
Menurut penelitian ini misalkan ya sifat optimis tadi dia menambah 10 persen kemudian sifat pesimisnya itu turun 10 persen, sama-sama 10 persen ini ya turunnya, itu ketika dilihat mana yang memiliki impact lebih besar, mana yang memiliki pengaruh lebih besar ternyata dari hasil riset menunjukkan bahwa orang yang berkurang pesimisnya 10 persen itu lebih mendapatkan manfaat dibandingkan orang meningkat tingkat optimismenya sebanyak 10 persen.
Nah, jadi dari sini kita bisa simpulkan lagi bahwa ternyata memang meningkatkan optimisme itu tidak akan berpengaruh banyak ya.
Jadi ketika orang itu sudah cukup optimis, dia berusaha meningkatkan optimisme itu tidak akan berpengaruh banyak.
Tapi orang yang tadinya memiliki sikap yang sangat pesimis kemudian dia berusaha mengurangi sikap pesimisnya itu atau rasa pesimisnya itu, itu tingkat impact-nya, tingkat akibatnya itu lebih besar daripada orang yang meningkatkan optimismenya.
Jadi naik optimis 10 persen dengan berkurang pesimis 10 persen itu impact-nya akan lebih besar orang yang mengurangi pesimisnya sebanyak 10 persen.
Nah, jadi dari sini bisa dipahami bahwa hanya dengan kita mengurangi sedikit sifat pesimis saja itu sebenarnya sudah akan banyak berpengaruh terhadap kesehatan kita.
Nah, jadi apakah lebih aman menjadi pesimis?
Jadinya menurut penelitian ini menjadi tidak ya karena justru sebisa mungkin itu berusaha untuk mengurangi rasa pesimis kita melebihi upaya untuk meningkatkan rasa optimis.
Nah, mengapa orang yang pesimis itu relatif tidak aman sebenarnya ya.
Nah, ini ada beberapa resiko ya orang-orang yang memiliki sikap pesimis.
Jadi yang pertama adalah pikiran negatif itu akan mengarah pada depresi dan kecemasan.
Nah, ini ada hubungannya dengan tadi ya kondisi kesehatan secara umum.
Jadi orang yang negatif atau orang yang depresi itu biasanya dia memiliki pikiran yang negatif, dia memiliki pikiran yang selalu khawatir, dia selalu berpikir tentang skenario terburuk.
Nah, pikiran-pikiran seperti itu sebenarnya amat sangat mungkin terjadi pada orang-orang yang pesimis.
Nah, akhirnya terdapat hubungan ya bahwa sikap pesimisme itu akan berpengaruh pada depresi dan kecemasan.
Nah, kemudian yang kedua adalah pesimisme juga akan berefek buruk pada kesehatan.
Jadi berbagai macam riset menunjukkan bahwa orang yang terlalu pesimis itu akan mengalami banyak gangguan terutama gangguan jantung dan sistem peredaran darah begitu ya.
Jadi akhirnya tidak hanya hal yang sifatnya pikiran tetapi juga hal yang bersifatnya tubuh ya yang bisa terefek gitu ya.
Kita ingat bahwa body and mind itu kan memiliki hubungan.
Artinya tubuh dan pikiran itu saling terhubung.
Jadi meskipun pesimis itu lebih kepada hal yang sifatnya pikiran tetapi itu pun bisa kemudian mempengaruhi kesehatan fisik kita juga.
Nah, kemudian yang berikutnya resiko pesimisme adalah orang pesimis memiliki kepuasan hidup yang rendah.
Nah, jadi karena dia memandang semuanya itu dengan nuansa yang kelabu begitu ya, dengan nuansa yang negatif, dengan hal-hal yang tidak menyenangkan maka ini otomatis secara umum akan membuat tingkat kepuasan hidup orang yang pesimis itu menjadi rendah.
Nah, riset tentang optimisme juga menunjukkan hal yang mendukung ya bahwa mengapa tadi disampaikan bahwa sebenarnya menjadi pesimis bukan berarti lebih aman gitu ya.
Jadi tetep pada satu titik kita harus terus berusaha untuk meningkatkan optimisme kita dan mengurangi rasa pesimis kita.
Nah, karena riset membuktikan bahwa orang yang optimis itu memiliki banyak kelebihan.
Jadi setidaknya ada empat kelebihan di sini ya yang bisa diambil oleh riset itu yaitu yang pertama orang yang optimis itu lebih sehat, kemudian dia lebih bahagia, kemudian lebih sukses baik secara finansial maupun sosial, kemudian juga memiliki hubungan yang lebih memuaskan.
Jadi kalau kita lihat dari sini ternyata memang keuntungan optimisme itu sangat bertolak belakang ya dengan hal-hal buruk yang tadi bisa diakibatkan oleh orang yang pesimis.
Nah, jadi dari sini bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya obat untuk hal-hal buruk yang terkait dengan pesimisme itu bisa kita dapatkan dengan kita memiliki sifat yang lebih optimis atau dengan kita mengurangi sifat pesimisme kita.
Nah, lantas apa solusi yang bisa dilakukan dengan segala hal yang sudah kita sampaikan tadi?
Nah, jadi mungkin salah satu hal yang bisa kita lakukan dalam menghadapi hidup itu adalah dengan hope for the best, plan for the worst.
Jadi berharap mendapatkan yang terbaik tetapi juga tetap merencanakan hal-hal yang terburuk.
Nah, jadi hidup kita jadinya mudah-mudahan menjadi imbang begitu ya.
Jadi kita tidak akan dibutakan oleh optimisme yang kemudian berlebihan, kita tidak kemudian terjatuh menjadi korban toxic positivity, namun di lain pihak kita juga harus tetap optimis.
Nah, namun selain kita optimis tadi kita juga harus mempersiapkan kemungkinan yang buruk terjadi.
Nah, jadi kondisi ini seperti orang yang mungkin membeli asuransi ya.
Kenapa orang beli asuransi?
Jadi karena mungkin dia ketika dia membeli asuransi kesehatan karena dia menginginkan agar ketika nanti kondisi terburuk terjadi dia memiliki dana yang bisa digunakan untuk membiayai biaya perawatannya.
Ketika dia membeli asuransi mobil mungkin dia berharap bahwa ketika nanti terjadi kerusakan atau kecelakaan pada mobilnya kemudian dia memiliki jaring pengaman untuk memperbaiki mobilnya.
Nah, begitu juga orang yang hidup gitu ya, dengan kehidupan ini.
Jadi kita tetap berusaha untuk menjadi manusia yang utuh gitu ya, berusaha menjalani hidup dengan sebaik-baiknya tetapi dengan tidak melupakan kemungkinan hal terburuk dan mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya.[]