Video Youtube
Hidup akan selalu dihadapkan pada masalah karena masalah adalah bagian dari hidup itu sendiri.
Semua masalah selayaknya dicarikan solusinya. Tantangan tidak akan selesai dengan sendirinya hanya dengan kita tidak menghiraukannya.
Namun, seiring kita mengerahkan fokus dan energi untuk memecahkan masalah, biasanya muncul juga rasa khawatir yang justru bisa menghambat.
Orang yang khawatir selalu fokus pada skenario terburuk yang akan terjadi.
Banyak orang menganggap khawatir sebagai bagian dari upaya pemecahan masalah.
Apa benar begitu? Simak video podcastnya.
Klik Tombol Play untuk Mendengarkan
Podcast Syafril Hernendi bisa didengarkan di Apple Podcasts & Spotify
Transkrip Video Podcast
Hidup akan selalu dihadapkan pada masalah.
Nah, jadi kalau kita melihat lajunya roller coaster kita akan melihat bahwa roller coaster itu kadang menanjak, kadang menurun, kadang-kadang belok dengan ekstrim, kadang-kadang juga jungkir balik.
Nah, jadi begitu pula sebenarnya secara umum jalan hidup kita.
Jadi hampir tidak ada ya orang yang ketika hidup itu selamanya jalan hidupnya itu lurus.
Jalan hidupnya itu selalu mulus. Pada satu titik, dia pasti akan dihadapkan pada suatu masalah.
Dan dalam arti yang positif sebenarnya masalah itu memiliki manfaatnya juga ya.
Jadi masalah ini ibarat seperti batu ujian.
Ketika kita bisa menyelesaikan masalah dengan baik, ketika kita bisa mencarikan solusi sebuah masalah itu biasanya tidak hanya masalah itu kemudian selesai, tapi kita juga akan menjadi seorang pribadi yang lebih baik.
Karena seperti orang atau anak sekolah yang sedang mengikuti ujian ya, ketika seorang anak ini bisa menamatkan ujian dengan baik maka dia pun akan layak untuk naik kelas.
Nah, namun sering upaya dalam memecahkan masalah itu memunculkan rasa khawatir.
Nah, jadi ini mungkin ya yang membuat beberapa orang itu tidak mau menghadapi masalah yang dia hadapi.
Jadi karena muncul rasa khawatir, karena muncul rasa ketidaknyamanan ketika menghadapi masalah, sebagian orang itu cenderung untuk tidak memperhatikannya atau sengaja mengabaikannya.
Sengaja menyembunyikan masalah di bawah karpet.
Nah, padahal ketika masalah itu tidak dihadapi, ketika tidak dicarikan solusinya maka meskipun secara sekilas masalah itu menjadi tidak nampak ya, nampak menghilang gitu ya karena kita sembunyikan, tapi sebenarnya itu tidak akan kemudian hilang begitu saja.
Berpotensi bahwa masalah yang tidak kita konfrontasi itu pada akhirnya akan tumbuh menjadi masalah yang lebih besar sehingga justru malah menyulitkan kita dan memperbesar rasa khawatir yang muncul.
Nah, lantas apa yang dimaksudkan sebagai sebuah rasa khawatir?
Nah, jadi khawatir adalah pikiran negatif yang berulang tentang masalah atau ancaman yang akan berakhir buruk.
Nah, jadi khawatir merupakan sebuah pikiran negatif ya yang muncul ketika kita menghadapi masalah dan kita menskenariokan bahwa masalah yang kita hadapi itu akan berakhir dalam skenario yang terburuk.
Nah, padahal apakah demikian kenyataannya?
Tentu saja tidak ya. Karena masalah pun sebenarnya juga memiliki klasifikasi.
Ada masalah yang sifatnya ringan yang mungkin itu akan mudah diselesaikan, ada masalah yang berat yang itu memang membutuhkan effort tapi juga ada masalah yang justru itu kemudian bermanfaat buat kita.
Jadi sebagai contoh misalkan ada seorang pengusaha yang memiliki masalah pada produknya.
Namun, ketika dia bisa menyelesaikan masalah itu, tidak hanya masalah itu selesai namun kemudian justru malah berpengaruh pada peningkatan bisnisnya karena dia bisa menyempurnakan produknya.
Nah, jadi dari sini kita bisa lihat bahwa sebenarnya masalah itu sendiri memiliki nuansa.
Jadi tidak selamanya bahwa masalah yang kita hadapi itu akan berakhir pada kondisi yang buruk.
Nah, namun ketika kita diliputi oleh rasa khawatir yang berlebihan, kita akan berpikir bahwa ketika kita menghadapi masalah kita akan kemudian terjebak pada sebuah pemikiran bahwa masalah yang kita hadapi itu akan berakhir dalam kondisi buruk.
Dan itulah yang kemudian men-trigger rasa khawatir yang berlebihan tadi.
Nah, namun dalam jumlahnya yang proporsional, khawatir itu memiliki manfaatnya sendiri.
Nah, jadi sebagai contoh karena kita khawatir akan tertabrak oleh kendaraan yang sedang lewat maka kita akan berhati-hati ketika menyeberang jalan.
Kita akan melihat kiri dan kanan dan memastikan bahwa arus kendaraan sudah lengang sehingga kita bisa menyeberang dengan aman.
Orang yang merasa khawatir juga akan kemudian memakai sabuk pengaman atau helm ya ketika dia berkendara karena dia merasa was-was bahwa mungkin saja ketika dia berkendara itu akan selalu ada potensi kecelakaan yang mengancam.
Nah, jadi dari situ kita lihat bahwa khawatir yang proporsional itu justru akan berkontribusi pada kelangsungan hidup kita sebagai manusia.
Nah, jadi bayangkan saja ketika seseorang itu tidak memiliki rasa khawatir maka dia akan cenderung ceroboh ya, tidak akan memperdulikan keselamatan dirinya, tidak akan memperdulikan keselamatan orang lain sehingga itu akan berkontribusi pada kelangsungan hidupnya sendiri.
Nah, karena khawatir tadi memiliki manfaat maka sebagian orang kemudian menganggap bahwa khawatir itu merupakan bagian dari pemecahan masalah.
Nah, faktanya khawatir justru menjauhkan dari upaya pemecahan masalah.
Nah, mengapa demikian?
Nah, jadi dari definisi khawatir tadi kita bisa simpulkan bahwa orang yang memiliki rasa khawatir yang berlebihan itu akan memiliki perasaan negatif dan menskenariokan apapun masalah yang menimpanya itu pada suatu skenario yang terburuk.
Nah, jadi alih-alih dia berusaha untuk memecahkan masalah secara sistematis, orang yang khawatir berlebih ini akan langsung terfokus pada output terburuk yang mungkin dia akan terima.
Nah, jadi alih-alih dia bisa berpikir jernih, alih-alih dia bisa berpikir secara rasional ya untuk berusaha memecahkan masalah dengan baik, orang yang memiliki rasa khawatir yang berlebihan itu akan langsung kemudian terbajak gitu ya, akan langsung kemudian konsentrasinya itu semuanya terfokus pada mengantisipasi skenario terburuk yang terjadi.
Padahal kita tadi tahu bahwa tidak semua masalah itu kemudian akan berujung pada skenario yang terburuk.
Banyak masalah mungkin sembilan puluh sembilan persen diantaranya itu sebenarnya akan berakhir baik-baik saja.
Hanya sekitar satu persen yang sebenarnya akan berpotensi jatuh pada skenario yang buruk.
Nah, tapi karena kita memiliki rasa khawatir yang berlebihan, persentase tadi menjadi terbalik ya seakan-akan kita menganggap bahwa sembilan puluh sembilan persen dari masalah kita itu akan berakhir pada skenario yang terburuk.
Nah, kemudian bagaimana sih sebenarnya proses pemecahan masalah yang baik?
Nah, jadi proses pemecahan masalah yang baik itu melibatkan setidaknya empat langkah ya.
Nah, jadi langkah yang pertama adalah dengan mendefinisikan masalah.
Nah, jadi misalkan kita memiliki masalah atau memiliki problem gitu ya bahwa terdapat kemungkinan setelah masa pensiun nanti kita kekurangan uang pensiun, misalkan.
Jadi akan kesulitan untuk bisa bertahan hidup dengan baik.
Nah, jadi itu adalah masalahnya.
Nah, jadi ketika masalah itu sudah bisa didefinisikan dengan jelas maka kemudian kita akan lebih mudah untuk mengambil langkah-langkah berikutnya.
Nah, jadi setelah masalah terdefinisikan, langkah yang kedua adalah dengan menentukan tujuan.
Oke kita pingin hidup secara layak setelah masa pensiun.
Nah, kemudian berapa sih jumlah uang yang diperlukan?
Nah, katakanlah kita kemudian sampai pada kesimpulan bahwa agar bisa hidup layak itu kita membutuhkan dana dua miliar.
Nah, jadi dua miliar ini merupakan sebuah tujuan ya.
Nah, ketika tujuan sudah ditetapkan kemudian langkah berikutnya adalah dengan berusaha membuat pilihan solusi.
Jadi kita memiliki keinginan untuk mendapatkan dua miliar, kita memiliki waktu sekian puluh tahun.
Nah, solusi apa yang bisa kita lakukan dengan waktu yang ada?
Nah, mungkin saja orang itu kemudian akan berusaha untuk lebih berhemat.
Jadi alih-alih gajinya itu kemudian dihamburkan untuk hal-hal yang tidak terlalu produktif, dia berusaha menabung gajinya.
Kemudian alih-alih menabung di tabungan biasa, sebagian dari uangnya itu kemudian diinvestasikan ke rekening-rekening atau ke instrumen-instrumen investasi yang memiliki pengembangan dana lebih baik ya, misalkan saham atau obligasi.
Nah, jadi setelah beberapa solusi tadi muncul kemudian jika memang dirasa solusi tadi masih terlalu banyak maka langkah berikutnya adalah dengan kita memilih solusi yang paling masuk akal.
Nah, jadi mungkin orang tadi bisa memilih bahwa kalau saya harus menginvestasikan di saham dan obligasi itu terlalu besar dana yang dibutuhkan maka dia bisa memilih untuk berinvestasi di saham saja, misalkan.
Nah, jadi sebenarnya itulah sebuah proses pemecahan masalah yang baik ya.
Jadi kita harus melalui setidaknya empat langkah tadi.
Nah, itu berbeda dengan orang yang khawatir secara berlebihan.
Karena orang yang khawatir secara berlebihan itu akan langsung alih-alih menjalani empat langkah ini dia akan langsung shortcut gitu ya, mengambil jalan pintas dan langsung memikirkan konsekuensi terburuk dari suatu masalah yang dia hadapi.
Nah, lantas apa solusi yang bisa kita ambil ya untuk meredakan atau menghadapi kekhawatiran ya yang mungkin menghambat kita dalam memecahkan masalah kita sendiri.
Nah, jadi langkah yang pertama adalah dengan mengidentifikasi kekhawatiran menjadi rasa khawatir yang produktif dan tidak produktif.
Nah, yang dimaksud sebagai rasa khawatir yang produktif adalah rasa khawatir yang sebenarnya masih bisa kita kontrol.
Nah, jadi dalam kasus yang tadi ya karena seseorang tadi merasa mempunyai masalah bahwa dia akan berpotensi kekurangan uang ketika selama masa pensiun.
Nah, itu adalah sebuah kekhawatiran yang sebenarnya produktif karena itu masih dalam kontrol dia.
Ketika dia mau mengelola keuangannya dengan baik, ketika dia bisa menginvestasikan dananya ke instrumen investasi yang baik maka sebenarnya kekhawatiran tadi itu bisa dikurangi karena dia bisa melakukan upaya produktif ya untuk mengatasinya.
Nah, namun ada pula kekhawatiran yang sifatnya tidak produktif.
Nah, jadi yang tidak produktif itu berarti kekhawatiran yang sedikit banyak itu di luar kontrol kita.
Karena memang kita harus akui tidak semuanya itu berada dalam kontrol kita.
Jadi misalkan bencana alam atau krisis ekonomi global itu merupakan beberapa contoh dimana hal-hal tersebut mungkin akan sulit untuk kita kontrol.
Nah, lantas apa yang kita lakukan ketika kita sudah bisa mengidentifikasi dua jenis rasa khawatir?
Nah, jadi untuk kekhawatiran yang sifatnya produktif maka kita bisa melakukan langkah yang pertama adalah dengan menghadapi masalah.
Karena toh masalah ini bisa kita kontrol ya jadi hadapi, jangan kemudian disembunyikan, jangan kemudian mengabaikannya.
Jangan kemudian pura-pura tidak mengetahuinya.
Jadi kembali ke contoh tadi karena kita memiliki potensi masalah bahwa nanti kita akan mengalami kekurangan uang saat setelah pensiun maka hadapi masalah itu.
Hadapi dan kemudian analisa.
Nah, setelah kita mengakui adanya masalah, kemudian carilah solusi.
Carilah solusi dan kemudian berusaha mendekati solusi tadi melalui empat langkah tadi ya, empat langkah yang sudah kita bahas sebelumnya.
Nah, jadi dengan kita menghadapi masalah, dengan kemudian kita berusaha mencari solusinya dengan langkah-langkah yang tepat maka diharapkan kekhawatiran yang produktif itu akhirnya bisa kita kurangi karena itu bisa dilakukan tindakan ya, yang produktif begitu, yang kemudian bisa mengurangi potensi konsekuensi negatif dari masalah tersebut.
Nah, apa yang bisa kita lakukan terhadap kekhawatiran yang tidak produktif?
Nah, jadi ini akan mirip dengan kekhawatiran yang sifatnya produktif tadi ya bahwa langkah pertama yang harus kita lakukan adalah dengan menerima adanya suatu masalah.
Jadi apapun masalahnya baik itu produktif, baik itu tidak produktif langkah kita yang paling awal adalah dengan mengakui adanya suatu masalah, dengan tidak berusaha menyembunyikan masalah tersebut.
Nah, setelah kita mengakui adanya suatu masalah maka langkah yang kedua adalah dengan menerima dan mengenali kekhawatiran yang kita rasakan.
Nah, jadi jika diperlukan luangkan waktu beberapa saat dalam tiap harinya untuk memeriksa sebenarnya apa sih yang menjadi kekhawatiran kita?
Nah, dengan kita memeriksa rasa khawatir kita mungkin pada suatu titik kita akan sampai pada kesimpulan bahwa ternyata sebagian besar dari rasa khawatir kita itu sebenarnya tidak memiliki dasar yang kuat.
Sebagian besar dari rasa khawatir kita itu hanya muncul dari pikiran-pikiran negatif kita.
Nah, ketika kita sudah bisa memahami bahwa banyak diantara kekhawatiran kita itu sebenarnya tidak memiliki landasan yang kuat maka mudah-mudahan dengan ini kita bisa melanjutkan hidup dengan lebih ringan ya, karena kita sudah memahami, sudah melihat bahwa ternyata semua yang kita khawatirkan itu sebenarnya tidak memiliki landasan-landasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Nah, namun bagaimana ketika apa yang kita takutkan itu kemudian akhirnya menjadi kenyataan?
Karena tadi ya meskipun hal-hal yang sifatnya buruk itu mungkin hanya memiliki persentase yang kecil namun pada satu titik bisa saja hal itu terjadi juga.
Nah, ketika hal itu terjadi dan masalah itu tidak bisa kita kontrol ya, di luar jangkauan kita maka tidak ada jalan lain yang bisa kita lakukan selain pasrah ya.
Pasrah dan berserah diri, menerima.
Menerima bahwa memang dalam kehidupan kita pada suatu momen tertentu itu kita akan mengalami suatu kejadian yang diluar kontrol kita.
Dan itu tidak hanya terjadi pada kita, itu pasti akan terjadi pada orang yang lain juga.
Nah, dengan kita memahami bahwa ada hal-hal yang memang bisa kita kontrol dan ada hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, kemudian kita bisa memahami perbedaan di antara keduanya, maka mudah-mudahan hidup kita akan menjadi lebih tenang dan terbebas dari rasa khawatir.[]