Video Youtube
Kebahagiaan adalah keadaan emosional yang ditandai dengan perasaan senang, puas dan terpenuhi.
Keadaan eksternal bisa membuat hidup tidak bahagia.
Tetapi seringkali ketidakbahagiaan berasal dari pemikiran, perilaku, dan kebiasaan kita sendiri.
Terdapat berbagai kebiasaan yang membuat tidak bahagia. Di video ini akan dibahas tiga diantaranya beserta cara mengatasinya.
Dengan kemampuan mengarahkan pikiran dan kebiasaan, diharapkan rasa bahagia akan menjadi lebih mudah kita dapatkan.
Klik Tombol Play untuk Mendengarkan
Podcast Syafril Hernendi bisa didengarkan di Apple Podcasts & Spotify
Transkrip Video Podcast
Kebahagiaan didefinisikan sebagai keadaan emosional yang ditandai dengan perasaan senang, puas dan terpenuhi.
Nah, jadi dari definisi kebahagiaan ini ada satu kata kunci yang bisa kita garis bawahi ya yaitu keadaan emosional.
Nah, jadi kita bisa simpulkan bahwa kondisi bahagia itu lebih banyak ditentukan oleh faktor yang berasal dari diri kita sendiri.
Nah, jadi meskipun mungkin banyak orang yang menganggap bahwa dengan ketercukupan materi atau ketercukupan harta itu bisa memicu rasa bahagia, namun pada kenyataan sebenarnya hal itu mungkin saja berpengaruh tetapi tidak banyak, karena justru kondisi emosi kitalah yang sebenarnya akan menentukan apakah kita itu merasa bahagia atau tidak.
Nah, jadi nanti akan kita lihat bahwa melandaskan kebahagiaan pada hal di luar diri kita itu sebenarnya tidak tepat karena ketika kondisi jiwa kita, ketika kondisi emosi kita itu sudah bahagia bahkan tanpa didukung oleh materi yang berlebihan, itu kita sudah bisa hidup yang diliputi dengan kepuasan dan kebahagiaan.
Nah, begitu pula sebaliknya ya.
Jadi ketika hal yang bersifat internal tadi adalah pemicu kebahagiaan, ketika kita juga merasa tidak bahagia itu sebenarnya juga akan banyak dipicu oleh faktor dari diri kita sendiri.
Nah, jadi memang keadaan eksternal bisa membuat hidup tidak bahagia.
Jadi misalkan orang yang mengalami kekurangan kebutuhan dasar ya, jadi misalkan dia kurang pangan, kurang papan atau kurang sandang itu bisa saja dia mengalami ketidakbahagiaan.
Nah, ketidakbahagiaan yang disebabkan oleh hal-hal tadi dinamakan sebagai keadaan eksternal.
Nah, namun seringkali orang yang sudah tercukupi kebutuhan dasarnya pun masih tetap merasa tidak bahagia.
Nah, kita bisa curiga ya atau kita bisa memperkirakan bahwa kemungkinan ketidakbahagiaan yang disebabkan oleh faktor-faktor tidak mendasar tadi itu disebabkan oleh kondisi internal kita.
Dalam hal ini adalah kondisi internal yang mungkin bisa membuat kita tidak bahagia adalah berupa pemikiran, perilaku, dan kebiasaan kita sendiri.
Nah, jadi di pembahasan kali ini kita akan melihat beberapa hal yang membuat atau beberapa kebiasaan ya, yang membuat kita tidak bahagia.
Sebenarnya mungkin ada banyak sebab tapi di kesempatan yang terbatas ini nanti hanya akan kita bahas tiga di antaranya.
Nah, jadi kebiasaan pertama yang membuat kita tidak bahagia adalah ingin selalu sempurna.
Nah, secara sekilas ini merupakan hal yang tidak realistis ya karena kita tahu tidak ada satu pun manusia yang sempurna.
Tetapi meskipun sebenarnya secara sadar kita memahami, tetapi secara tidak sadar mungkin saja kita selalu menginginkan sesuatu apa pun yang kita lakukan itu harus menunggu sempurna.
Nah, terdapat beberapa kerugian ya ketika kita menjadi orang yang terlalu perfeksionis.
Jadi yang pertama kita akan cenderung menjadi ketinggalan peluang.
Jadi karena kita menunggu peluang benar-benar harus sempurna, kita harus mempersiapkan diri sampai benar-benar sempurna maka ketika ada peluang datang, peluang yang mungkin hanya datang sekejap, kita tidak akan memiliki kecepatan untuk segera menyambutnya.
Nah, jadi orang yang ingin selalu sempurna karena menunggu semuanya menjadi lengkap terlebih dahulu akhirnya tidak segera menyambar suatu kesempatan yang ada di depan matanya.
Nah, kemudian juga orang yang selalu ingin sempurna juga rentan terhadap perasaan depresi.
Karena dia akan selalu menganggap bahwa apa yang dia lakukan, sebaik apapun dia berusaha itu belum mencapai standar sempurna yang dia miliki.
Padahal sebenarnya secara objektif apa yang dia lakukan itu sebenarnya sudah cukup baik.
Tapi karena kebiasaan kita yang selalu ingin sempurna, hal itu membuat kita menjadi depresi atau menjadi kecewa, suatu kondisi yang sebenarnya disebabkan oleh internal dari diri kita sendiri.
Nah, jadi menanggapi kondisi ini kita bisa menanyakan setidaknya dua pertanyaan ya kepada diri kita.
Apakah hidup harus sempurna sebelum kita bahagia?
Apakah kita harus mendapatkan hasil sempurna agar bisa bahagia?
Nah, sebenarnya jawabannya tidak ya.
Tapi ketika kita cenderung menjawab iya maka mungkin kita harus mulai menurunkan ekspektasi kita.
Karena hidup itu memiliki banyak kejadian ya, banyak kondisi yang tidak selamanya itu sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Jadi ketika kita siap menerima hidup dengan ketidak sempurnaannya maka kita pun akan lebih bisa menerima kondisi-kondisi yang tidak sesuai keinginan, tapi kita tetap tidak merasa kemudian depresi atau malah kehilangan kesempatan seperti tadi sudah kita sampaikan di awal.
Nah, bagaimana cara mengatasi keinginan kita untuk selalu ingin sempurna?
Jadi yang pertama adalah lakukan dengan cukup baik.
Nah, jadi menyadari bahwa tidak ada yang sempurna bukan berarti kemudian kita melakukan segala sesuatunya dengan asal-asalan ya.
Nah, tapi yang paling penting adalah kita cukup realistis bahwa sebenarnya ketika ada kesempatan kemudian kita berusaha mengambil kesempatan itu dan berusaha menjalani kesempatan yang datang ke kita, mengusahakan kesempatan yang datang ke kita dengan sebaik-baiknya itu mungkin sudah cukup.
Jadi kita tidak perlu menunggu semuanya sampai sempurna.
Kita tidak perlu melakukan semuanya dengan benar-benar sempurna karena sebenarnya apa yang kita lakukan sebenarnya sudah cukup baik.
Ketika kita sudah berusaha sekuat tenaga, kita sudah berusaha memaksimalkan apa yang kita miliki maka mungkin apa yang kita lakukan itu sudah cukup baik dan memang merupakan hasil maksimal kita.
Nah, kemudian cara yang kedua yang bisa dilakukan untuk menghindari atau mengatasi keinginan untuk selalu sempurna adalah dengan memiliki tenggat waktu.
Nah, jadi ketika kita memiliki tenggat waktu maka kita memiliki semacam batasan ya, sampai kapan sesuatu itu kita lakukan.
Karena jika kita tidak memiliki tenggat waktu kita akan selalu terdorong untuk melakukan revisi.
Kita akan selalu terdorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan.
Sebagai contoh misalkan orang yang sedang menulis buku.
Ketika dia tidak memiliki tenggat waktu maka dia akan selalu melakukan revisi bab demi bab kata demi kata.
Dia selalu lihat kembali sampai semuanya benar-benar perfect.
Nah, ini beda ketika misalkan dia memiliki tenggat waktu yang dia tetapkan.
Jadi misalkan buku ini harus selesai dalam enam bulan.
Nah, coba kerjakan itu sebaik mungkin dalam enam bulan dan ketika enam bulan itu sudah selesai maka ya sudah, berarti memang itulah karya terbaik yang memang benar-benar kita bisa hasilkan.
Nah, kemudian kebiasaan tidak baik berikutnya ya, yang membuat kita tidak bahagia adalah terjebak di masa lalu dan masa depan.
Nah, jadi yang diartikan sebagai terjebak di masa lalu adalah kita masih selalu merasa sedih ya.
Masih selalu menyesali suatu kejadian tidak menyenangkan di masa lalu.
Jadi mungkin saja kita pernah mengalami kondisi tidak menyenangkan karena hidup tidak selamanya lurus ya.
Hidup tidak selamanya tanpa hambatan.
Nah, jadi ketika kita mengalami suatu kondisi tidak menyenangkan atau kita pernah kehilangan sesuatu atau seseorang, kita itu selalu mengenang peristiwa itu.
Kita tidak bisa melupakan apa yang sudah terjadi pada kita.
Nah, padahal sebenarnya masa lalu sudah lewat, sudah terjadi, dan yang penting adalah yang sedang kita jalani sekarang adalah masa sekarang.
Nah, selain terjebak di masa lalu, orang juga kemungkinan bisa saja terlalu mengkhawatirkan masa depan.
Jadi karena masa depan belum terjadi dia terlalu mengantisipasi datangnya masa depan tapi kemudian terlalu terobsesi, jadi dia cenderung untuk mengkhawatirkan semuanya.
Jadi apakah dia khawatir akan terjadi suatu hal yang salah terhadap bisnisnya misalkan, atau dia khawatir suatu saat nanti dia akan mengalami suatu kecelakaan misalkan, atau dia khawatir bahwa kondisi kesehatannya akan menurun dengan tiba-tiba.
Nah, memang tidak ada salahnya ya untuk kita berusaha mengantisipasi apa yang terjadi di masa depan.
Tetapi ini menjadi masalah ketika sebagian besar dari energi dan pikiran kita itu dipusatkan ke masa depan.
Masa depan belum terjadi.
Apa yang tersaji di hadapan kita adalah kondisi yang ada di masa kini.
Nah, jadi terjebak di masa lalu dan terlalu mengkhawatirkan masa depan membuat kita merasa selalu khawatir dan tidak menikmati kondisi saat ini yang sebenarnya memang kondisi pada masa sekarang inilah yang harus kita jalani dengan sebaik-baiknya.
Nah, kemudian bagaimana cara mengatasi agar kita tidak terjebak di masa lalu atau terlalu mengkhawatirkan masa depan?
Jadi yang pertama adalah fokus berada di masa sekarang serta fokus sepenuhnya pada apa yang kita lakukan.
Jadi ketika kita melakukan apa pun, hal sekecil apa pun ya, misalkan kita sedang makan, kita sedang menulis, kita sedang bekerja itu fokuslah pada apa yang kita lakukan pada saat itu.
Jadi tidak perlu kita memikirkan masa lalu, tidak perlu kita khawatirkan masa depan, hanya fokuslah pada apa yang kita lakukan sekarang.
Nah, kemudian jika fokus kita mulai buyar maka cobalah untuk memfokuskan pada pernafasan atau duduk diam dan memperhatikan apa yang ada di sekitar kita.
Nah, kenapa fokus pada pernafasan ini menjadi cara termudah?
Karena setiap orang yang masih hidup pasti bernafas.
Nafas itu selalu menyertai kita.
Nafas itu selalu berada di masa sekarang.
Nah, jadi dengan kita memfokuskan pada pernafasan kita ketika kita sudah mulai melayang-layang pikiran kita ya, baik ke masa lalu maupun ke masa depan, dengan kembali kepada masa sekarang dengan mencoba untuk memfokuskan pada nafas kita, itu akan membantu kita untuk segera sepenuhnya fokus pada apa yang kita lakukan sekarang.
Atau itu juga bisa dibantu dengan kita mencoba memperhatikan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita.
Cobalah melihat keluar jendela atau cobalah berjalan sebentar di sekitar rumah misalkan ya, untuk mengamati kondisi dengan lebih detail.
Mungkin di situlah kita akan menyadari bahwa ternyata pohon bunga di depan rumah kita sedang berkembang atau sedang berbunga ya, suatu kondisi yang mungkin ketika kita dalam kondisi sibuk, atau kita sedang tidak fokus itu kita tidak pernah memperhatikan hal itu.
Nah, jadi dengan kita memperhatikan apa yang ada di sekitar kita, kita akan menjadi sadar bahwa sebenarnya terdapat begitu banyak keindahan, terdapat begitu banyak hal-hal yang patut kita syukuri di masa ini.
Bukan di masa lalu maupun di masa depan yang belum terjadi.
Nah, kemudian kebiasaan tidak baik berikutnya ya, yang membuat kita kehilangan kebahagiaan adalah membandingkan hidup kita dengan orang lain.
Nah, jadi kita sudah tahu ya bahwa membandingkan itu tidak akan fair ya, karena hidup kita dengan hidup orang lain itu pastinya beda.
Apalagi ketika kita hanya membandingkan hidup kita dengan orang lain itu melalui sosial media.
Karena orang-orang yang mem-posting segala sesuatunya di sosial media itu pasti mereka hanya akan mem-posting suatu hal yang baik-baik saja.
Orang yang mem-posting satu foto mungkin dia sebenarnya sudah mengambil puluhan foto ya dan dia memilih salah satu di antaranya, mengeditnya sedemikian rupa sehingga nampak menjadi foto yang terbaik begitu ya.
Padahal mungkin kenyataannya tidak demikian.
Begitu juga posting-postingan yang lainnya ya.
Karena kita juga pasti akan cenderung mem-posting suatu hal yang bersifat positif ya.
Ketika kita mengalami kemalangan, ketika kita mengalami kegagalan itu kita tidak akan pernah mem-postingnya di sosial media.
Nah, jadi ketika kita melihat postingan orang lain di sosmed gitu ya, ketika kita tidak menyadari bahwa itu sebenarnya kemungkinan adalah hal yang paling ideal gitu ya, hal itu akan merusak harga diri dan menciptakan banyak perasaan negatif.
Jadi kita akan merasa bahwa ternyata kita kurang mencapai sesuatu.
Kita tidak akan terlalu mensyukuri apa yang kita miliki.
Padahal sebenarnya bisa jadi orang lain juga memiliki masalah yang sama bahkan mungkin lebih buruk.
Tapi karena apa yang mereka posting-kan itu hanya hal-hal yang sifatnya positif maka hal itu bisa mengintimidasi kita, membuat kita merasa tidak sebanding ya dengan orang lain.
Nah, itu juga bisa terjadi dalam kehidupan nyata ya.
Postingan di sosial media hanya menjadi sebuah contoh, namun pada satu titik secara umum ya, membandingkan diri kita dengan orang lain itu hanya akan membuat kita merasa buruk ya, akan membuat kita merasa tidak memiliki hal yang dimiliki oleh orang lain sehingga menciptakan banyak perasaan negatif yang pada gilirannya membuat kita tidak terlalu bahagia kembali.
Nah, kemudian cara mengatasi membandingkan diri dengan orang lain adalah coba bandingkan diri kita dengan diri kita sendiri ya.
Jadi jangan pernah membandingkan diri kita dengan orang lain.
Bandingkan diri kita antara kondisi sekarang dengan kondisi beberapa tahun yang lalu.
Ketika kondisi kita itu membaik maka berarti kita sudah menjalani hidup dengan cukup baik ya.
Karena berarti dari tahun ke tahun kita mengalami perbaikan.
Nah, tapi ketika kita merasa bahwa kita dalam kondisi yang stuck ya, tidak beranjak bahkan lebih buruk, nah di situlah kita kemudian mesti melakukan evaluasi dan mencanangkan rencana selanjutnya ya agar hidup kita itu idealnya dari waktu ke waktu itu semakin bertambah baik.
Nah, jadi membandingkan dengan diri sendiri ini akan memberikan perbandingan yang fair ya, yang apple to apple, karena kita tidak membandingkan dengan orang lain yang kita tidak tahu kondisinya, kita membandingkan dengan diri kita sendiri yang memang kita paham kondisinya.
Dan lebih jauh lagi, membandingkan dengan diri sendiri akan membuat kita merasa bersyukur dan memacu kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Nah, jadi kemudian yang berikutnya, selain membandingkan dengan diri sendiri adalah jadilah welas asih dan berpikir positif.
Nah, jadi ketika kita memiliki rasa welas asih, kita memiliki compassion ya yang tinggi, itu kita juga akan lebih toleran terhadap apa yang dilakukan oleh orang lain.
Jadi kita tidak akan mudah merasa terkecewakan, kita tidak mudah merasa sakit hati gitu ya.
Dan kita akan cenderung berpikir positif.
Nah, ketika kita memiliki sikap positif terhadap orang lain itu juga biasanya akan berimbas pada diri kita sendiri yang akhirnya kita juga akan memiliki sikap positif pada diri kita.
Nah, dengan kita bisa menerima orang lain apa adanya dan kita bisa menerima diri kita apa adanya maka diharapkan sikap membandingkan itu menjadi hilang dan akhirnya kita lebih bersyukur, yang pada gilirannya akan meningkatkan rasa kebahagiaan kita.[]