Dunia dipenuhi ketimpangan dan ketidakadilan. Fakta yang tidak bisa dihindari.
Dalam skala individu, kita juga pernah merasa diperlakukan tidak baik.
Orang mungkin pernah mencuri dari kita, menipu, berbicara bohong atau ingkar janji.
Ketika mendapat perlakuan buruk, apa yang harus kita lakukan? Jangan bereaksi dengan hal buruk juga.
Kenapa? Mudah untuk memperlakukan orang dengan baik jika mereka juga baik dengan kita. Ujian sebenarnya adalah ketika kita mendapat perlakuan buruk.
Saat diperlakukan buruk, reaksi spontan kita biasanya adalah marah, terkejut atau sedih.
Kita kemudian ingin membalas, bahkan mencari sekutu untuk turut membalaskan rasa sakit kita.
Perasaan dan dorongan ini sebenarnya normal. Sekecil apapun, keinginan membalas biasanya akan muncul.
Hanya saja, bagaimana jika kita terobsesi dengan nafsu membalas dan kemudian bertindak berlebihan?
Apalagi melakukan pembalasan akan membuat kita puas, sehingga memberikan pembenaran atas tindakan balas dendam kita.
Namun, hal buruk yang dibalas dengan tindakan buruk biasanya akan diikuti hal buruk lainnya.
Konflik yang awalnya hanya melibatkan dua orang bisa menyeret orang lain seperti kerabat, teman, dan rekan kerja sehingga semakin memperkeruh suasana.
Lagipula kita akan sulit betindak dengan lurus saat sedang kesal dan marah, yang pada akhirnya semakin membuat masalah menjadi runyam.
Tapi, apakah kita harus diam saja saat mendapatkan perlakukan buruk? Tidak juga.
Kita tetap harus bersikap, tetap tidak boleh membiarkan diri teraniaya, tetap harus mempertahankan nilai-nilai kita.
Seninya terletak pada tetap memiliki sikap, tetapi tanpa harus melampaui batas yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain.
Terus bagaimana caranya agar bisa tetap seimbang?
Pertama adalah dengan diam sejenak. Jangan langsung bereaksi ketika hal buruk terjadi.
Diam yang bahkan hanya beberapa detik biasanya cukup untuk meredakan ledakan emosi dan kembali mengambil kontrol atas diri kita.
Selanjutnya, coba untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Coba lihat gambaran besarnya.
Banyak masalah yang awalnya kita anggap buruk sebenarnya terjadi karena kesalahpahaman belaka.
Ada informasi yang terdistorsi atau kita gagal melihat gambaran besarnya.
Teman yang tidak membalas WA bukan berarti dia mengabaikan kita. Tapi mungkin karena sedang di tengah perjalanan sehingga tidak mungkin memeriksa pesan yang masuk.
Setelah mampu melihat gambaran besarnya, coba beri skala kegawatan dari 1 sampai 10. Satu untuk tidak gawat hingga 10 untuk super gawat.
Melalui pikiran yang jernih, tidak jarang sesuatu yang pada awalnya nampak memiliki skala 7 ternyata hanya memiliki skala 2 dan tidak segawat yang dipikirkan.
Lagipula, ketika saat ini kita merasa sangat marah dan kesal (mis: skala 6), apakah hal itu masih memiliki arti 1 tahun dari sekarang?
Jangankan 1 tahun, apakah 1 bulan dari sekarang kita bahkan masih mengingat peristiwa tersebut? Mungkin tidak.
Itu sebab, usahakan melepas pikiran dan perasaan marah atau sakit hati. Toh, setelah beberapa saat, itu tidak lagi penting buat kita.
Hentikan terobsesi dengan masa lalu, dan fokuslah pada masa kini dan masa depan.
Berfokuslah pada hal yang berjalan baik, pada apa yang kita syukuri, pada hal-hal yang terasa menyenangkan.
Kita perlu menemukan kedamaian di hati kita sendiri. Kedamaian yang datang dari hati yang tetap terbuka, untuk terus melanjutkan, untuk berusaha memaafkan.[]