Syafril Hernendi

Sparkling Fire

Pendekatan Isu Pembangunan Rumah Ibadah

October 8, 2010 by Syafril

Dimuat di Harian Waspada Medan, 22 September 2010.

Selepas kasus Ciketing-Bekasi, perdebatan mengenai Peraturan Bersama Menteri (PBM) tentang Tata Cara Pembangunan Rumah Ibadah kembali menghangat. Pihak yang pro maupun kontra tetap teguh pada posisinya masing-masing.

Menteri Agama Suryadharma Ali baru-baru ini menegaskan tidak akan melakukan revisi terhadap PBM. Menurut dia, PBM justru merupakan instrumen untuk menjaga kerukunan di antara umat beragama di Indonesia. Pendapat yang berseberangan antara lain disampaikan Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Menurutnya, PBM sudah tidak sesuai dengan tantangan dan kondisi perkembangan kehidupan beragama saat ini. Keberadaan PBM malah jadi penghambat kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Penerapan PBM
Ketentuan dalam PBM yang sering dipersoalkan adalah persyaratan 60 tanda tangan dukungan masyarakat sekitar dan 90 nama pengguna tempat ibadah. Persyaratan seperti ini akan menimbulkan kesulitan bagi kelompok penganut agama minoritas. Jumlah 60 tanda tangan memang bukan angka yang besar.

Namun bagi kelompok minoritas, mendapatkan dukungan sejumlah itu bisa jadi perkara tak mudah. Melihat kondisi di masyarakat, kelompok ini umumnya tinggal menyebar dan tidak terkonsentrasi dalam satu wilayah. Tidak mudah menemukan komunitas sekeyakinan dengan jumlah yang disyaratkan dalam PBM.

Memang tidak mustahil mendirikan tempat ibadah di lingkungan yang sekelilingnya didiami oleh penganut agama yang berbeda. Namun asumsi tersebut mesti diperiksa kesesuaiannya dengan kenyataan di lapangan. Pengecualian semacam ini mungkin terjadi jika kita memiliki masyarakat dengan tingkat toleransi yang sudah baik.

Masyarakat yang sadar bahwa menunaikan ibadah merupakan salah satu hak mendasar yang harus dijamin. Sedang kenyataannya, akhir-akhir ini kita menyaksikan tingkat toleransi masyarakat yang justru kian menurun dan rasa curiga yang kian menguat.

Peran negara
Negara seharusnya berdiri di atas semua kelompok dan golongan. Kelompok mayoritas dan minoritas mesti mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan kualitas hidup yang sebaik-baiknya termasuk dalam kebebasan menjalankan ibadah. Alih-alih menetapkan kuantitas tertentu sebagai persyaratan pendirian tempat ibadah, negara yang diwakili pemerintah semestinya lebih berperan sebagai fasilitator atau penengah.

Penentuan syarat kuantitatif akan mengaburkan kemampuan pemerintah menangkap dinamika yang terjadi di masyarakat. Mengikuti peraturan PBM, jika pemohon tidak berhasil mendapatkan 60 dukungan maka pendirian tempat ibadah tidak dapat diteruskan, habis perkara. Sedangkan hal yang lebih mendasar berupa latar belakang kenapa terjadi penolakan malah terabaikan.

Pemahaman terhadap latar belakang permasalahan merupakan pintu masuk bagi pemerintah untuk bertindak lebih. Jika misalnya penolakan ini disebabkan oleh intoleransi, edukasi merupakan cara yang lebih efektif untuk memecah kebuntuan. Terkandung nilai pro aktif dalam pendekatan ini daripada sekedar menerapkan batas minimal dukungan.

Di sisi lain, tidak mencapai jumlah 60 dukungan bukan berarti jalan buntu. Dalam kasus tertentu, penolakan terjadi karena tidak tercapainya kompromi. Masyarakat sekitar bisa saja secara mendasar tidak keberatan atas pendirian tempat ibadah, hanya saja mereka mempunyai aspirasi yang juga ingin diakomodasi. Dengan absennya pemerintah sebagai penengah, saluran komunikasi antara keduanya akan tetap tertutup. Padahal persoalan bisa diselesaikan dengan kompromi dan kesepakatan bersama.

Pendekatan Lain
Dalam konteks pendirian rumah ibadah, alih-alih menentukan syarat jumlah dukungan, di tahap awal pemerintah bisa bertindak sebagai pendengar. Peran pemerintah cukup sebagai penampung aspirasi yang berkembang. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan batas waktu bagi warga yang ingin mengajukan keberatan. Setelah batas waktu terlalui dan tidak ada keberatan, maka rencana dapat diteruskan.

Namun sebaliknya, jika ada pengajuan keberatan, maka proses lanjutan mesti digelar. Proses ini termasuk meneliti secara mendalam alasan keberatan dan pencarian upaya-upaya penyelesaian. Keberatan harus didasarkan pada alasan yang kuat dan tidak dibuat-buat. Hasil akhir proses akan berupa lampu hijau atau merah terhadap kelanjutan rencana pendirian tempat ibadah tersebut.

Cara seperti ini akan membuka dialog dan partisipasi dari semua pihak yang berkepentingan. Lebih dari itu, pendekatan ini bersifat kontekstual. Solusi amat tergantung dari latar belakang sosio-kultural masyarakat yang bersangkutan, berbeda dengan pendekatan sekarang yang pukul rata, sekedar mengejar pemenuhan jumlah dukungan minimal.

Semangat yang hendak disampaikan melalui tulisan ini adalah bagaimana identifikasi masalah akan berpengaruh terhadap keberhasilan solusi. Identifikasi yang tidak tepat akan menuntun kepada solusi yang juga tidak tepat. Tiap solusi juga memiliki efektivitas yang berbeda. Satu solusi mungkin akan lebih baik dari yang lain.

Kebebasan beragama merupakan isu sensitif yang jika tidak ditangani secara arif dapat memicu gejolak yang bisa berdampak sangat merusak. Negara mesti menempatkan dirinya sebagai pengayom semua warganya. Konflik harus dikelola dengan baik agar tidak melebar ke sektor lain. Tidak boleh lagi terjadi tindakan diskriminatif yang disponsori negara terhadap warganya.[]

Syafril Hernendi, mahasiswa Ph.D. di University of Arizona, AS.

Tulisan terkait:

  • Revisionist, Gus Dur, Penyanjung dan Pencemooh
  • Ilusi, Demokrasi, Oportunis
  • No Absolutism: Hidup Beragama yang Tenggang dan Terbuka
  • Kebencian Berlandas Agama

Filed Under: Uncategorized

Populer

  • Swiss Cheese Model ala James Reason: Teori Lain Mengenai Penyebab Kecelakaan Kerja
    Swiss Cheese Model ala James Reason: Teori Lain Mengenai Penyebab Kecelakaan Kerja
  • Tambang Terbuka (Open Pit Mine)
    Tambang Terbuka (Open Pit Mine)
  • Mengenal Pengelompokan Mineral
    Mengenal Pengelompokan Mineral
  • Sumber Hazard (Bahaya) di Tambang dan Tempat Kerja Lain
    Sumber Hazard (Bahaya) di Tambang dan Tempat Kerja Lain
  • Vote Getter, Apa Pula Itu?
    Vote Getter, Apa Pula Itu?
  • Tegas Mengambil Keputusan dan Contoh Eisenhower
    Tegas Mengambil Keputusan dan Contoh Eisenhower

Copyright © 2019 · Magazine Pro Theme on Genesis Framework · WordPress · Log in